SIMALUNGUN/SUMATRA UTARA, MEDIA-VIRAL.ID
Peran serta masyarakat terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi secara jelas telah diatur dalam Peraturan perundangan undangan yang berlaku. Diantaranya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Apa untungnya ada peran masyarakat? terlebih- lebih hanya didominasi aktivis LSM/NGO atau media massa termasuk barisan mahasiswa. Kemudian bagaimana kaitan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Pengertian informasi publik perlu dipahami dulu agar tidak salah tafsir. Pengertian tersebut dalam pelaksanaan undang-undang Keterbukaan Informasi Publik terdapat dua pihak yang menerima informasi dan penyedia informasi yakni badan publik adalah lembaga Eksekutif, Legislatif, Yudikatif maupun BUMN.
Kembali tentang LSM/ NGO, sebagian pihak menyebutkan kelompok atau barisan yang sering membawa gerombolan masa, bikin jalan jadi macet. Tidak jarang kantor instansi pemerintah, TNI/ Polri didatangi dengan mengatasnama “Demi Keadilan”, “Mendukung Penegakan Supremasi Hukum” dan lain- lain.
Sebagian pihak menganggap gerakan ini dinilai sok idealis, mencari popularitas atau bertujuan tertentu. Demo menjadi media untuk bisa berteriak- teriak saja. Padangan miring ini sah- sah saja. Akan tetapi seiring perjalanan waktu akhirnya terjawab satu per satu.
Ketika adanya suatu ketidakadilan itu secara terang- terangan dilakukan oknum pejabat maupun Aparat Penegak Hukum, prosesnya sering berlarut-larut. Maka ketika peran serta masyarakat melalui LSM dan media massa berhasil menyampaikan aspirasi.
Proses hukum yang selama ini terhentikan atau dipetieskan, akhirnya mencair. Jasa aktivis dan pekerja pers jarang mendapat pujian oleh masyarakat. Karena LSMM/NGO dan pernah minta pujian dan sanjungan.
Lahirnya aktivis LSM/NGO maupun media massa ditengah masyarakat sudah sangat tepat sebagai sebagai Penyambung aspirasi rakyat dan mesin penggerak motivator untuk mengkawal demokrasi dan keadilan.
Pasca reformasi tahun 1997 akhir hingga 1998 an seperti menjadi tahun lahirnya pemuda dan pemudi Indonesia dapat berdemokrasi di seluruh tanah air. Semangat Organisasi Non Pemerintah (Ornop) atau Non Govermental Organisation (NGO) atau lebih populer dengan sebutan Lembaga Swadaya Masyarakat.
LSM dan media media tumbuh dan berkembang pesat bagaimana cendawan di musim hujan. Terbit dan tenggelam karena seleksi alam. Yang jaya pun dipuja sedang yang gugur jadi binasa. Seleksi alam menjadikan kinerja profesional, dan menempatkan seseorang lebih cerdas dan bermartabat.
Lengsernya rezim orde baru transisi ke orde reformasi, diharapkan memberikan perubahan untuk negeri ini. Prokontra saat itu menjadi dinamika untuk memulai dan menjabarkan demokrasi di bumi NKRI. Tidak terelakan lagi, barisan aktivis mahasiswa atau LSM (NGO) saling merapatkan barisan dengan seragam dan unifoam yang berbeda serta berbeda nama organisasi.
Sejak itulah LSM mulai memposisikan diri sesuai bidang dan keahlian masing-masing. Ada LSM yang sejak didirikan mereka konsen tentang hukum. Lebih spesifik lagi mereka mendukung Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Karena sangat prihatin dengan maraknya praktik korupsi di semua sektor instalasi pemerintah atau BUMN bahkan swasta.
Salah satunya adalah Republik Corruption Watch (RCW) didirikan tahun 2001 oleh Ratno SH,MM dan kawan-kawan di Medan. Menggeluti profesi bukan hal yang mudah. Bahkan tidak jarang terjadi saling gesek, gosok dan gasak karena hanya perbedaan pendapat.
Kegigihan dan siap “tempur” tapi tidak sampai “tumpur” adalah tantangan profesi lambat laun terjawab oleh waktu. Sayap Lembaga Republik Corruption Watch (RCW) terus berkipra dengan menghiri pelatihan (workshop) bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Medan bahkan pulau Jawa. Kemudi. Rijal (media-viral.id)